Ilustrasi
Masih Melihat dengan Mata?
TEXT : JEMY VESTUS CONFIDO ( LIONMAG )
Renungan: Tiga Cara Melihat Uang
Apakah Anda mengalami salah satu atau beberapa gejala berikut ini?
Kesulitan mendapatkan uang yang Anda butuhkan?
Merasa lelah bekerja keras dan membanting tulang untuk mendapatkan uang?
Merasa telah mengerahkan segala cara namun uang yang Anda harapkan tak kunjung datang?
Jika
jawaban Anda adalah "ya" terhadap salah satu, sebagian atau semua
pertanyaan di atas, mungkin selama ini Anda melihat uang dengan cara
yang salah. Untuk lebih jelasnya, mari kita simak kisah berikut ini.
Suatu
ketika, seorang tukang pembuat taman mendapatkan pesanan untuk
mengerjakan taman di sebuah rumah. Segera si pembuat taman menyampaikan
rincian biaya yang termasuk pembelian bahan-bahan, pembelian tanaman dan
upah kerja. Setelah terjadi tawar-menawar singkat akhirnya harga
disepakati dan keesokan harinya si tukang mulai bekerja. Namun
sesungguhnya si pemilik rumah belum melakukan survei harga sehingga ia
tidak mengetahui berapa harga yang wajar untuk pekerjaan tersebut.
Setelah pembuatan taman selesai dan pembayaran dilakukan, si pemilik
rumah akhirnya menyadari bila jumlah yang dibayarkannya jauh di atas
harga wajar. Si tukang memperhitungkan jumlah bahan yang dibutuhkan
hampir dua kali lipat dari jumlah yang sesungguhnya dipakai. Ia juga
menghitung tenaga kerja tiga kali lebih
banyak dari yang sesungguhnya. Yang lebih parah
Pada umumnya kita semua melihat uang dengan mata kita. Namun sesungguhnya ada dua cara lain untuk melihat uang...
lagi,
harga tanaman yang ditagihkan empat kali lebih tinggi dari harga yang
sewajarnya. Mungkin si tukang akan berpendapat, "Salah sendiri, kenapa
tidak teliti sebelum membeli." Atau mungkin malah ia berpikiran, "Dasar
rejeki, darimana aja dah datangnya." Sepintas, sepertinya si tukang
diuntungkan karena kecerdikannya dan si pemilik rumah dirugikan karena
kebodohannya. Tapi benarkah demikian?
Si
pemilik rumah, setelah menyadari bahwa dia dikerjai oleh si tukang,
dengan segera mengurungkan niatnya untuk menyerahkan pekerjaan lain
kepada si tukang. Si pemilik rumah sebenarnya bermaksud membuat taman
yang lebih besar di rumah lainnya. Namun kali ini ia lebih hati-hati.
Selain ia melakukan survey harga, ia pun mencari tukang lain yang
memberi harga lebih pantas dengan kualitas yang relatif sama. Bahkan,
ketika salah satu tetangganya tertarik untuk memakai jasa si tukang, si
pemilik rumah langsung mengingatkan si tetangga dengan menceritakan
kejadian yang dialaminya. Segera tetangga-tetangga di sekitarnya
mengetahui kejadian tersebut dan akhirnya mereka mengurungkan niatnya
untuk menggunakan jasa si tukang. Bulan-bulan berikutnya, si tukang sepi
order dan harus mangkal di tempat lain di mana belum ada orang yang
menyadari taktik dagangnya. Tapi, segera setelah satu orang di tempat
tersebut menyadari dan menceritakannya, maka si tukang kembali harus
berpindah tempat. Demikian seterusnya ia akan bekerja semakin keras
untuk memburu penghasilan.
Pada
umumnya kita semua melihat uang dengan mata kita. Namun sesungguhnya
ada dua cara lain untuk melihat uang. Selain melihat uang dengan mata,
manusia juga sebenarnya bisa melihat uang dengan pikiran dan melihat
uang dengan hati. Namun karena sebagian besar dari kita sejak kecil
telah terbiasa melihat uang dengan mata maka kemampuan kita untuk
melihat uang dengan pikiran dan melihat uang dengan hati menjadi menurun
bahkan hampir hilang. Sampai sini mungkin para pembaca bertanya-tanya,
apa sebenarnya perbedaan antara melihat uang dengan mata, melihat uang
dengan pikiran dan melihat uang dengan hati? Semoga ilustrasi berikut
membantu Anda.
Seorang
pengamen masuk ke sebuah rumah makan. Segera ia mendatangi salah satu
meja di mana sebuah keluarga sedang asyik menyantap ikan bakar. Pengamen
itu pun segera memainkan gitarnya dan mulai menyanyi di dekat keluarga
tersebut. Baru satu baris lagu dinyanyikan, si pengamen segera
menyodorkan kaleng kosong kepada salah satu anggota keluarga tersebut.
Sang Ibu yang sedang asyik menyantap hidangan dan tangannya masih
belepotan kecap dan sambal dengan sangat berhati-hati dan bersusah payah
merogoh uang receh dari tasnya. Kehadiran pengamen ini bukannya
memberikan keceriaan tetapi sungguh mengusik ketenangan pengunjung yang
hadir. Selain suara sang pengamen fals, gitar tidak berirama, ia pun
mendesak pengunjung untuk segera mengeluarkan uang. Sebelum ada
tanda-tanda pengunjung akan mengeluarkan uang, si pengamen akan mulai
mengetuk-ngetukkan kaleng kosong tersebut ke meja makan. Dan sebaliknya,
begitu uang diterima, si pengamen pun langsung pindah ke meja lain.
Pengamen tersebut melihat uang dengan mata. Dan berapa uang yang ia
dapat? Mungkin seratus perak per pengunjung. Sesekali mereka mungkin
mendapatkan pengunjung yang memberi mereka lima ratus atau seribu perak.
Di
tempat makan yang lain, dengan menu yang sama yaitu ikan bakar, seorang
pengamen lain mengambil tempat di salah satu sudut. Ia sudah melengkapi
dirinya dengan microphone, gitar dan harmonika. Pada saat pengunjung
mulai berdatangan, maka pengamen ini pun mulai melantukan lagu-lagu yang
digemari oleh para pengunjung. Ia sangat terampil memainkan gitar dan
harmonikanya di samping suara yang merdu ia lantunkan. Setiap kali ia
menyelesaikan satu lagu, ia tidak pernah meminta pengunjung untuk
mengumpulkan uang. Bahkan ia sebenarnya tidak pernah meminta uang sama
sekali selain meletakkan sebuah kotak persis di samping tempat ia
berdiri. Apa yang terjadi?
Masih melihat uang dengan mata? Maka julukannya
'mata duitan'. Cara melihat yang berbeda, memberi
rezeki yang berbeda pula..
Para
pengunjung yang merasa terhibur oleh kehadiran sang pengamen satu per
satu mulai memasukkan uang ke dalam kotak itu. Biasanya, uang yang
dimasukkan adalah uang kembalian dari membayar makanan mereka. Karena
pada saat mereka memasukkan uang tersebut mereka tidak direpotkan oleh
tangan yang kotor karena makanan serta mereka sedang memegang uang
pecahan satuan besar plus merasa terhibur dengan performance si pengamen
maka pengamen kedua ini pun mendapatkan pemberian yang lebih besar
dibandingkan pengamen pertama sebelumnya. Rata-rata para pengunjung
memberikan seribu perak bahkan cukup banyak yang memberikan lima ribu
perak. Pengamen yang satu ini melihat uang dengan pikiran. Ia telah
memikirkannya dengan teliti bahwa bila ia menyodorkan kotak uangnya pada
para pengunjung, maka pengunjung akan memberi dalam keadaan terpaksa.
Dan uang yang diberikan secara terpaksa biasanya kecil jumlahnya.
Di
rumah makan yang lainnya lagi, dengan menu tetap ikan bakar, pengamen
yang berbeda menggunakan pakaian yang rapi. Dia menyapa ramah para
pengunjung dan menghampiri meja mereka satu per satu. Dengan sangat
sopan dan bersahabat, ia menanyakan apakah ada lagu kesukaan pengunjung
yang ingin ia nyanyikan. Bila ada, maka ia pun segera memetik gitarnya
dan melantunkan suaranya dengan merdu khusus untuk pengunjung tersebut.
Pada setiap kesempatan ia selalu memastikan apakah para pengunjung bisa
menikmati lagu yang ia nyanyikan dan apakah kehadirannya bisa menghibur
dan menemani para pengunjung yang sedang menyantap hidangannya. Si
pengamen di sini tidak menyiapkan kotak uang apalagi kaleng kosong
seperti pengamen-pengamen sebelumnya. Ia hanya menggelar CD lagu-lagunya
dan memasang sebuah banner bertuliskan, "Marilah kita bersama-sama
mengembalikan masa depan anak-anak yang putus sekolah." Memang setengah
dari uang yang diperoleh si pengamen itu akan disumbangkan untuk
membantu anak-anak putus sekolah di salah satu kampung. Hebatnya lagi,
si pengamen tidak menetapkan harga untuk CD yang dijualnya itu. Bahkan
bila ada pengunjung yang berminat dengan CD-nya namun kebetulan
kehabisan uang untuk membayar makanan, maka si pengamen dengan senang
hati bersedia memberikan CD-nya tersebut gratis. Para pengunjung pun
beramai-ramai membeli CD si pengamen tersebut. Bahkan banyak di
antaranya yang membeli lebih dari satu untuk diberikan kepada temannya
sebagai hadiah. Uang yang diberikan para pengunjung pun jauh lebih
besar. Rata-rata mereka memberikan uang sepuluh hingga dua puluh ribu
perak namun cukup banyak juga yang bersedia memberikan lima puluh hingga
seratus ribu perak. Pengamen yang ketiga ini melihat uang dengan hati.
Ia tidak melihat uang sebagai penghasilannya namun sebagai ekspresi
kepuasan dan keikhlasan para pengunjung rumah makan tersebut. Bahkan ia
tidak memperhitungkan uang tersebut sebagai kepentinganya melainkan
sebagai kepentingan orangorang yang menggantungkan harapan kepadanya.
Apakah
Anda sudah melihat uang dengan hati atau pikiran? Ataukah Anda masih
melihat uang dengan mata? Hati-hati! Ada julukan khusus untuk orangorang
yang selalu melihat uang dengan mata yaitu "mata duitan". Bila Anda
mengalami kesulitan dalam mendapatkan uang sebagai penghasilan Anda,
cobalah untuk menggunakan mata yang lain dalam melihat uang
tersebut.
Melihat uang dengan pikiran membutuhkan kecerdasan finansial. Melihat
uang dengan hati membutuhkan kecerdasan spiritual yang diantaranya
meliputi keikhlasan dan kesabaran. Uang yang Anda harapkan mungkin tidak
serta merta langsung Anda rasakan saat itu. Namun bila sudah tiba
saatnya, uang itu akan datang secara berkelimpahan. Jauh lebih banyak
dari uang yang Anda peroleh secara instan. Cara melihat yang berbeda
ternyata memberikan rejeki yang berbeda pula. Dunia ini memang mengajar
kita dengan cara yang aneh. Bila kita terlalu bernafsu untuk mendapatkan
uang, justru uang itu menjauh dari kita. Semoga Anda bisa mulai melihat
uang dengan pikiran dan terlebih lagi dengan hati.